Kabar akuisisi 75% saham Tokopedia oleh TikTok Shop pada tanggal 11 November 2023 senantiasa menciptakan getaran yang bercampur aduk di kalangan masyarakat. Sebagian menyambutnya dengan sukacita, sementara yang lain merasa khawatir, bahkan paranoid, karena peristiwa ini jauh dari ekspektasi awal. Lebih dari sekadar kongsi bisnis antara dua raksasa, akuisisi ini menandai perubahan signifikan dalam lanskap industri ekonomi digital Indonesia dan memunculkan pertanyaan esensial.
Setelah menjelajahi pasar e-commerce Indonesia untuk waktu yang cukup, TikTok Shop resmi ditutup pada 4 Oktober 2023 pukul 17.00. Penutupan ini terkait dengan masalah perizinan, dimana Menteri Koperasi dan UKM, Tetan Mas Duuki, menjelaskan bahwa TikTok hanya memiliki izin sebagai kantor perwakilan perusahaan perdagangan asing. Artinya, TikTok hanya diperbolehkan memfasilitasi promosi barang atau jasa, tidak boleh bertransaksi langsung sesuai dengan revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 tahun 2023.
Namun, setelah penutupan tersebut, muncul kabar bahwa perusahaan induk TikTok, ByteDance, berencana untuk kembali ke pasar e-commerce Indonesia dengan berinvestasi di Tokopedia. Spekulasi tentang skema kolaborasi mencuat, termasuk investasi saham, pembentukan perusahaan patungan (joint venture), dan akuisisi sebagian atau seluruh saham Tokopedia.
Berdasarkan informasi dari Deal Street Asia, ada kemungkinan TikTok akan mengambil saham kecil terlebih dahulu, kemudian secara bertahap meningkatkan kepemilikan menjadi mayoritas. Pada awalnya, ByteDance menginginkan 10% saham, tetapi kemudian ditekan untuk mengambil alih 50%, yang akhirnya menjadi 75% dengan nilai transaksi mencapai 1,5 miliar USD atau sekitar Rp23,5 triliun.
Dalam pengumuman resmi pada tanggal 11 November, TikTok secara resmi mengakuisisi 75% saham Tokopedia. Dinyatakan bahwa investasi ini merupakan komitmen jangka panjang untuk mendukung operasional Tokopedia, tanpa adanya dilusi lebih lanjut pada kepemilikan Goto (Group Tokopedia) dalam kesepakatan ini. TikTok dan Goto berharap dapat memperluas manfaat bagi pengguna dan UMKM melalui berbagai program, termasuk promosi produk, peningkatan kapasitas pelaku UMKM, dukungan pemasaran, dan lainnya.
Namun, ada beberapa aspek yang perlu dicermati. TikTok Shop tetap berada di aplikasi TikTok, sementara Tokopedia dikelola oleh PT Tokopedia yang memiliki izin e-commerce. Ini menciptakan situasi di mana aplikasi media sosial dan e-commerce tetap terhubung erat dalam satu entitas, mempertanyakan argumen bahwa keduanya seharusnya dipisahkan untuk menghindari potensi dominasi pasar dan persaingan tidak sehat.
Wakil Ketua Komisi 6 DPR RI, Martin Manurung, menyoroti potensi dominasi pasar oleh konglomerasi TikTok dan Goto, menekankan perlunya manajemen yang bijak agar menghindari monopoli dan persaingan tidak sehat. Ini juga menciptakan kekhawatiran akan pengaruh geopolitik dan geoekonomi, terutama ketika perusahaan teknologi Tiongkok seperti TikTok menginvestasikan modalnya di pasar luar negeri.
Akademisi Universitas Gadjah Mada, Hargo Utomo, menyoroti pentingnya melindungi data pengguna dalam konteks ini. Ia memperingatkan bahwa kepemilikan data dan keamanan data pengguna harus dijaga, terutama karena TikTok sering dikaitkan dengan kepentingan nasional Tiongkok. Dalam konteks ini, investasi TikTok di Tokopedia dapat diartikan sebagai langkah Tiongkok untuk memperkuat pengaruhnya di Indonesia, yang dianggap sebagai target strategis karena pertumbuhan pesat pasar digitalnya.
Dalam pandangan yang lebih luas, akuisisi ini membawa risiko kompleksitas hubungan antara geopolitik, geoekonomi, dan ekosistem bisnis Indonesia. Apakah kemitraan ini hanya awal dari perubahan dramatis dalam ekonomi, sosial, dan politik Indonesia adalah pertanyaan yang membutuhkan pemantauan dan perhatian lebih lanjut.
Mengingat potensi dampak signifikan pada masa depan Indonesia, penting bagi pemerintah, masyarakat, dan pihak terkait untuk bersikap waspada dan berhati-hati. Sebuah kerjasama bisnis seharusnya tidak boleh mengorbankan kedaulatan, keamanan data, dan kesejahteraan masyarakat. Sejarah kuda Troya mengajarkan kita untuk selalu waspada dan mengajukan pertanyaan, bahkan jika itu berarti terlihat paranoid. Karena pada akhirnya, tanggung jawab kita bukan hanya pada keuntungan bisnis jangka pendek, tetapi pada masa depan bangsa ini yang tidak boleh dipertaruhkan. Semoga Allah senantiasa melindungi dan menjauhkan kita dari ancaman yang mungkin kita ciptakan sendiri.