TANGGAPAN PEMBACA BUKU PRABOWO & TANTANGAN PENYELESAIAN KONFLIK PAPUA (BAGIAN II)
Buku berjudul “Prabowo dan Tantangan Penyelesaian Konflik Papua” yang ditulis sang Gembala Dr. A.G. Socratez Yoman mendapatkan perhatian luas dari public, tidak hanya dari Papua.
Buku setebal 176 halaman yang diterbitkan pada 2024 adalah karya Socrates Yoman terbaru. Sebelumnya Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua (PGBWP); Anggota Dewan Gereja Papua (WPCC); Anggota Konferensi Gereja-gereja Pasifik (PCC); dan Anggota Baptist World Alliance (BWA) telah menerbitkan puluhan buku dengan berbagai tema atau isu.
Berikut tanggapan pembaca atas buku “Prabowo dan Tantangan Penyelesaian Konflik Papua”.
“Memperlajari situasi konkrit masa kini kira di sodorkan berita Prabowo minta PBB untuk kemerdekaan daerah jajahan maka visi buku ini jauh kedepan bisa mendekati kebenaran. Sebab Tuhan bisa memakai prabowo dgn cara Tuhan uutuk Papua merdeka. Oleh sebab itu, buku ini patut dipelajari secara serius sebab ditulis oleh seorang hamba Tuhan yang benar-benar bergumul dengan doa dan juang sehingga buku ini lahir”.–Jefta Imburi—
“Gembala Dr Socrates Yoman, MA merepresntasikan diri sebagai orang Papua yang menderita oleh karena penjajahan. Dalam situasi seperti itu beliau menulis buku sebagai spirit pembebasan, spirit pembebasan yang beliau gunakan tidak lasim sebab menusuk langsung ke jantung orang yang terlibat dalam masalah HAM di Papua. Beliau tidak melihat PS sebagai musuh tetapi sebagai alat ditangan Tuhan untuk membebaskan OAP seperti raja Koresy yang Tuhan pakai untuk mengembalikan Israel. Oleh sebab itu konsukwensi dari metode ini akan di salah pahami oleh banyak OAP. Sudah lazim yang baik biasanya kena banyak serangan tetapi hasilnya pasti baik. Buku Prabowo yang beliau tulis adalah jalan lain untuk mengobati luka yang berdarah menuju pembebesan. Yang berhikmatlah yang memahami buku ini secara utuh.
“Dalam Iman Kristen saya melihat Pdt Yoman adalah Nehemia masa kini untuk Orang Papua. Nehemia berjalan memeriksa kerusakan dan reruntuhan negerinya dengan percaya Tuhan. Dia akan memulihkan negeri itu. Yoman dipakai Tuhan dengan hikmat-Nya untuk menulis luka yang sudah bernanah, bukan hanya dialami oleh manusia Papua tetapi tanah dan alamnya. Manusia Papua tidak boleh terbelah karena perbedaan agama dan suku”. –Baldus Ugaje–
“Gembala Dr. Socrates Yoman adalah Penyambung Lidah Masyarakat OAP. Setiap bangsa yang berjuang lepas dari penjajah selalu memiliki tokoh penyambung lidah, hari ini ke depan Penjambung lidah kami adalah Gembala Sokrates Yoman. Beliau bukan hanya pintar, pandai tetapi juga cerdik dan tulus. Bagian ini tidak dimiliki oleh banyak Hamba Tuhan maupun politikus bahkan akademisi Papua. Akademisi tidak berani menulis sejarah Papua seperti Yoman. Mereka takut pangkat dan kedudukan diambil. Tapi Yoman nyawapun pasti dia taruh sebagai jaminan untuk bangsa Papua. Dia cerdik, makanya dia pandai mengunakan metode atau pendekatan untuk penyelesaian masalah Papua. Hal ini penting agar tidak banyak yang mati konyol tanpa perhitungan. Orang tahu baca cuaca dan iklam trrmasuk dalam perjuangan adalah Yoman. Guru Bangsa yang sejati”. –Y. Roemkorem–
“Melawan penjajah itu tidak bisa melawan dari luar, tidak bisa menjadikan musuh benar-benar sebagai musuh, walaupun kita tahu dia tangannya berlumuran darah atas negeri ini. Ada dua penyebab tangannya berlumuran darah. Pertama karena perintah atasan atau atas nama negara maka seseorang bertindak. Kedua karena kemauannya sendiri pak Prabowo itu masuk poin pertama. Sebab itu, sangat tepat pak Gembala melibatkan Pak Prabowo Subianto untuk penjelesaian masalah Papua. Sebab ini bagian dari hati nurani yang baik dari kekuarga yang baik supaya yang sudah pak Gembala uraiankan. Tugas kita sesama anak Papua adalah bukan saling menjatuhkan atau pesimis atau cemooh dengan pa Gembala. Kita harus support beliau untuk mendukung gagasan yang baik. Kita tidak bisa andalkan pasukkan TPN OPM atau para demonstran. Sebab ada TPNOPM binaan atau demosntraan binaan. Ada penulis yang menulis karena isi perutnya atau supaya diakui dan setelah itu hilang. Tetapi pak Yoman itu murni dan berdiri untuk bangsanya”. –Pius Obaja—
“Saya cukup lama hidup di Papua, Biak. Ya sudah sekitar 45 tahun pasang surut dinamika perjuangan Papua cukup saya pelajari. Dulu gerakan itu kuat di orang Pantai dan juga mereka menulis buku-buku (maaf tidak maksud membedakan gunung pantai secara negatif tapi ini soal lokasi saja). Tetapi mulai tahun 2000-an sudah bergeser ke saudara-saudara di gunung. Saya lihat saudara Yoman ini konsisten bersuara, bertindak dan menulis buku. Banyak yang bersuara seperti beliau sekarang ini memilih berdiam atau senyap? Hanya Tuhan tahu. Tetapi pak Yoman saya amati, beliau konsisten sampai saat ini. Bukan hanya soal mengkritik Jakarta tetapi juga mengkritik sesama anak asli Papua yang tidak menjaga persatuan dan mudah terbelah dan ini akan meracuni pikiran masyarakat. Saya ikut bangga membaca dua buku ini. Saya berdoa semoga beliau tetap istikomah pada jalan yang benar dan tidak mudah dibayar untuk membungkam suara beliau. Salam!! — Priyanto Supater–
“Buku Pdt S Yoman, merekonstruksikan dengan tepat pergumulaan dan penderitaan orang Papua. Suara beliau bergema kemana-mana. Kalau orang bilang beliau sama dengan Soekarno, maka saya berani bilang TIDAK. Beliau melebihi Soekarno, sebab beliau seorang hamba Tuhan yang menjaga integritas dan wibawa dirinya, bukankah Soekarno punya masalah dengan perempuan? Pak Yoman tidak…saya percaya 10 atau 30 tahun lagi baru orang Papua akan punya figur seperti beliau”. –Nurdin–
“Buku kedua adalah “jantung” pergumulan internal untuk bangsanya, agar sesama anak bangsa tidak boleh saling menyikut hanya karena berberda agama dan suku. Hal yang paling spektakuler adalah arah pilihanan “selalu” berbeda dengan mayoritas. Perhatikan ketika berdiri bersama Gerindra dan menulis buku Prabowo beliau akan dibenci oleh kebanyakan orang asli Papua yang membenci Prabowo Subianto karena masa lalu. Kini mendukung Mariyo dalam Pilgub Papua, maka akan bersebrangan dengan komunitas Kristen. Inilah keputusan etis sejati….tidak selalu ikut arus, sebab itu beliau memilih jalan sendiri”. –Pinias Letlora–
“Semakin banyak orang yang membaca buku tulisan Gembala Socratez Yoman semakin banyak orang tercerahkan pikirannya dengan kenyataan yang selama ini di sembunyikan pemerintah, dan bukan mustahil nanti semua orang Indonesia tahu akhirnya menjadi perbincangan dan perhatian masyarakat internasional”. –Slamet Nugroho–
“Pada akhirnya terjawab juga bahwa mendistribusikan karya terbaik Bapak Ndumma ke seluruh pelosok negeri tanah air Indonesia dari Sabang sampai Merauke, cepat atau lambat Papua pasti Merdeka. Terimakasih Bapak Ndumma, strategi berikutnya adalah semua generasi muda bangsa Papua wajib membaca buku karya Bapak Ndumma. Kasumasa. Waa. Waa.” –Yan Luther Rawar—
“Kita menjadi tahu, ternyata fakta sebenarnya yang beliau tulis dalam buku ini bahwa sesuatu harapan yang tidak mudah mengingat masa lalu pak PS terlibat juga dalam masalah Papua tetapi sekarang penulis melibatkan PS agar terlibat dalam penjelesaian Papua”. –Primus Justisia–
“Penulis benar-benar memperlihatkan diri sebagai seorang yang memiliki visi jauh ke depan. Beliau menulis dengan hati agar bangsanya tidak terpecah belah mengikuti model penjajah. Devide et impera…maka buku mengapa mereka di tolak adalah sebuah tulisan luhur yang lahir dari hati yang gelisah.” –Juniawati Pranata–
“Kita mau menang mengalahkan musuh yang jahat tidak selalu dengan cara yang sama. Menghadapi bangsa yang tangannya berdarah tidak selalu pula dengan cara yang sama. Kita harus memilih cara yang berbeda yang menunjukkan bahwa kita adalah bangsa yang beradab bukab biadab. Tulisan Gembala Yoman ini seperti apa yang saya katakan diatas, beliau tidak alergi terhadap cara angkat senjata tetapi belia memilih cara angkat senjata dengan menulis buku sebab senjata lain akan hancur tetapi tulisan tetap hidup.” –Suzan Wajoi–
“Saya sungguh menikmati buku ini, sebab buku ini tidak sekedar kata-kata tetapi mengandung sebuah visi besar ke depan. Melibatkan Prabowo adalah sebuah cara yang terhormat walaupun beliau memiliki rekam jejak yang buruk tetapi gembala mengunakan rekam jejak buruk untuk kebaikan bangsanya.” —Bruri Rimansara—
“Tembok yang kokoh dapat rubuh, semua hal yang disembunyikan oleh penguasa negara ini akan terbongkar oleh tulisan buku ini. Kalau buku ini terbagi maka banyak orang tercerahkan khusus kita non Papua.” —Ahmad Subagyo.
“Awalnya saya sangat menantang orang yang berpihak kepada Papua. Saya senang aparat keamanan turun ke Papua. Tetapi membaca buku ini, saya juga telah ikut berdosa terhadap rakyat Papua dan tanah mereka. Saya sadar mereka berteriak diatas tanah mereka, sedangkan kita menikmati hasil tanah mereka. Tuhan Yang Maha Esa menolong mereka”. –Nurcholis Suyanto—
“Saya membaca dengan perasaan terusik, bacaan ini sungguh menganggu pikiran saya antara apa yang saya lihat di media mainstream dan apa yang di tulis. Pada akhirnya rasa terusik saya itu terjawab lewat buku ini. Saya yakin banyak orang Indonesia tidak paham situasi sebenarnya di Papua, kita menikmati berita sampah yang menyebabkan kita semua tidak sehat memandang Papua.” –Rizal Suhendra–
“Sebagai seorang intelektual, agamawan beliau benar-benar jujur menulis peristiwa yang terjadi di Papua, dengan kejujuran seperti ini maka semua orang yang memiliki hati akan merasakan beta mayoritas orang Papua ingin merdeka. Kalau diadakan Referendum saya percaya pasti merdeka”. –Anwar Sanusi–(pegiat Islam Liberal)
“Buku ini pasti menyingkap berbagai penderiataan orang Papua, sebuah teriakan yang dibalas dengan pembangunan semua dan kebijakan pusat yang klise, sekedar parmen yang diberikan kepada Papua untuk menutupi Fakta Merdeka. Tetapi rasanya sangat sulit utk di tutupi”. –Gunanjar Sumartana—(aktivis pemuda Islam)
“Saya sangat hakul yakin bahwa buku ini adalah kunci membuka berbagai pelanggaran negara yang terkunci dalam slogan pembangunan Papua”. –Nur Cahya Andi—(Mahasiswi Makasar)
“Kalau kita tidak ke Papua maka kita cukup berjalan kelembaran-lembaran buku ini, pertama buku ini memperlihatkan sebuah tulisan yang apik, bagaimana masalah Papua di kelola dan diselesaikan. Sedangkan mengapa mereka di tolak itu harus dibagi kepada seluruh bangsa Indonesia agar jangan fanatisme agama sebab semua anak bangsa memiliki hak yang sama, dan pesannya untuk bangsa Indonesia”. –Jein Indah P. Makasar—
“Beta tertarik untuk buku mengapa mereka di Tolak, buku ini menembak ke jantong hati, sesama anak negeri seng boleh saling menyangkal hanya karena perbedaan. Beta bilang buku ini pung bagus pas kali”. —Domingus di Ambon—
“Semakin banyak orang baca buku tulisan bapak Yoman akan semakin banyak orang terbuka hati dan pikirannya tentang Papua. Salam hormat bapak, Perjuangan dengan tinta lebih terhormat dan menyulitkan pemerintah menutupi kebusukanya.” –Slamet Nugroho—
Penulis: Socratez Yoman
Editor: Irvan