Harmoninews.com (Jakarta) – Maraknya penyampaian pendapat di muka umum, terutama melalui media sosial, kerap disalahpahami sebagian masyarakat sebagai kebebasan tanpa batas. Akibatnya, tidak sedikit individu atau kelompok yang justru terjerat hukum, termasuk Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Menanggapi hal ini, Dosen Universitas Indonesia (UI), Stanislaus Riyanta, menegaskan pentingnya memahami hak dan batasan yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Menurut Stanislaus, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum adalah pijakan hukum yang memberikan ruang bagi warga negara untuk menyampaikan pendapatnya. Namun, ia mengingatkan bahwa undang-undang tersebut juga menetapkan batas-batas tertentu yang bertujuan untuk menjaga ketertiban umum dan melindungi hak orang lain.
“Undang-undang ini memang mengatur hak warga negara untuk menyampaikan pendapat, tetapi juga menetapkan batasan-batasan yang perlu dipatuhi. Ini penting untuk menjaga ketertiban umum dan melindungi hak-hak masyarakat lainnya,” ujar Stanislaus.
Ia menekankan bahwa kebebasan menyampaikan pendapat bukan berarti seseorang boleh bertindak semena-mena atau melakukan apapun sesuka hati. Ketika penyampaian pendapat melampaui batas—misalnya menimbulkan gangguan ketertiban, merugikan masyarakat lain, atau bahkan merusak fasilitas—maka tindakan tersebut tergolong pelanggaran hukum.
“Kalau ada organisasi atau perorangan yang menyampaikan pendapat tetapi berlebihan, merugikan orang lain, menghina, atau merusak, maka itu merupakan pelanggaran. Harus ada tindakan tegas terhadap pelanggaran seperti ini,” tegasnya.
Stanislaus juga menyampaikan bahwa aparat penegak hukum harus bersikap tegas terhadap siapa pun yang melanggar ketentuan undang-undang dalam menyampaikan pendapat. Ia menambahkan, tanggung jawab mematuhi norma dan aturan berlaku tidak hanya berada di tangan penegak hukum, tetapi juga merupakan kewajiban setiap warga negara.
“Warga negara yang menyampaikan pendapat harus mematuhi norma dan rambu-rambu hukum yang ada. Tidak bisa seenaknya, apalagi sampai merugikan orang lain,” pungkasnya.
Pernyataan ini menjadi pengingat penting di era kebebasan digital, di mana opini dan ekspresi dapat dengan mudah disebarluaskan. Stanislaus berharap masyarakat bisa lebih bijak dan sadar hukum dalam menggunakan hak konstitusionalnya, agar penyampaian pendapat tidak berujung pada konflik atau jeratan hukum.
M.NUR