KEKERASAN DAN KEBOHONGAN DI TANAH PAPUA BARAT
Oleh: Gembala Dr. A.G. Socratez Yoman
Peristiwa penembakan yang terjadi pada 23 Mei 2025 di Depan RSUD Wamena terhadap anggota Sat Lantas Polres Jayawijaya yang dilakukan oleh Jenderal Egianus Kogeya Komandan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) masih simpang siur kebenarannya.
Mengapa saya menyangsingkan kebenarannya? Sebab banyak kejadian di Papua hanyalah rekayasa negara dan aparat keamanan Indonesia. Misi utama atau tujuan dari rekayasa ini ialah jastifikasi atau pembenaran untuk membangun atau mendirikan Kodam Baru di Papua Pegunungan.
Sama juga konflik di Nduga, Intan Jaya, Puncak, Pegunungan Bintang, Yahukimo dan Maybrat adalah wilayah atau daerah-daerah yang ada tambang emas yang perlu diciptakan konflik supaya penduduk asli pemilik tanah diusir atau melarikan diri dan meninggalkan kampung halaman dan wilayah yang kosong dibangun pos-pos militer dan perusahaan-perusahaan tambang akan masuk dengan aman dibawah pengamanan militer.
Benarlah apa yang dikatakan A.C. Manulang Pengamat Intelijen mantan Direktur Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN). Manulang pernah mengatakan:
“Bukan tidak mungkin dan jarang terjadi jika berbagai kerusuhan di berbagai daerah terlepas dari aktor intelektual dari Jakarta. Sangat mungkin kerusuhan ini didesain dari Jakarta dengan berbagai tujuan….”. (Sumber: Indopos, 04 November 2012; lihat Buku Otonomi Khusus Papua Telah Gagal: Yoman, 2012:215).
Semua konflik di Tanah Papua Barat diciptakan dan dirawat untuk kepentingan pencurian Sumber Daya Alam (SDA) dengan melumpuhkan, memiskinkan dan menyingkirkan Penduduk Orang Asli Papua (POAP). Faktanya, penguasa Indonesia tidak tertarik dengan POAP dan POAP dilihat dan dinilai sebagai penghalang dan beban bagi kepentingan bisni elit di pusat.
Ada persoalan yang belum diketahui dengan jelas seperti saya tanyakan ini.
1) Siapa yang menembak mati Pilot Glen Malcolm Conning warga Negara Selandia Baru pada 5 Agustus 2024 di distrik Alama, Mimika?
2) Siapa yang menewaskan Rick Spier dan Edwin Burgon pada tanggal 31 Agustus 2002 di Timika?
3) Siapa yang menembak Pieper Dietmar Helmut (55) warga negara Jerman di Pantai Base G pada 29 Mei 2012?
4) Siapa yang menewaskan Graeme Thomas Wall pada 30 Maret 2020 di Kuala Kencana, Timika?
5) Siapa yang menembak mati Brigjen TNI I Gusti Putu Danny Karya Nugraha pada 25 April 2021 di Beoga, Puncak?
6) Siapa yang menembak mati Michelle Kurisi Doga pada 29 Agustus 2023 di distrik Kimbim/Assologaima, Wamena, Jayawijaya?
Pertanyaan mendasar yang lain saya sampaikan sebagai berikut:
1) Mengapa pemerintah Indonesia tidak mengijinkan Komisi Tinggi HAM PBB, Wartawan Asing, dan Diplomat Asing berkunjung ke Papua Barat?
2) Pemerintah Indonesia menutup akses Komisioner Tinggi HAM PBB wartawan dan diplomat asing masuk ke Papua Barat menimbulkan banyak kecurigaan dan pertanyaan. Indonesia takut apa, bikin apa dan sembunyikan apa di Papua Barat?
Solusi untuk mengakhiri semua persoalan saya usulkan sebagai berikut:
1) Sudah saatnya pemerintah Indonesia menghentikan kebijakan rasisme dan siklus kekerasan sistemik terhadap orang asli Papua yang terus-menerus meningkat dengan jalan membuka ruang perundingan damai yang dimediasi pihak ketiga sebagaimana yang pernah terjadi antara Pemerintah RI dengan GAM (Gerakan Aceh Merdeka) di Helsinki pada 15 Aguatus 2005.
2) Saya minta presiden Prabowo menghentikan operasi militer di Nduga dan Kabupaten Intan Jaya dan di seluruh Tanah Papua Barat dari Sorong-Merauke. Jangan mengusir rakyat dari Tanah leluhur mereka dengan alasan ada Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB). Alasan sebenarnya ialah berburu tambang dan rakyat diusir dari Tanah dan kampung halaman mereka.
3) Saya minta kepada Presiden Prabowo Subianto untuk menunjuk Special Envoy (Utusan Khusus) dalam rangka proses penyelesaian konflik Papua Barat supaya Utusan Khusus bertugas untuk mengadakan komunikasi dengan para pejuang Papua Barat merdeka dan juga sebagian rakyat dan bangsa Papua Barat yang berbeda ideologi dengan Indonesia.
Pemerintah Indonesia jangan menutup mata dan menyekesaikan penyebab LUKA MEMBUSUK DAN BERNANAH dalam tubuh bangsa Indonesia sudah ditemukan dan dirumuskan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) – kini bernama BRIN.
Terdapat empat pokok akar konflik yang dirumuskan LIPI yang tertuang dalam buku Papua Road Map: Negociating the Past, Improving the Present and Securing the Future (2008), yaitu:
1) Sejarah dan status politik integrasi Papua ke Indonesia;
2) Kekerasan Negara dan pelanggaran berat HAM sejak 1965 yang belum ada penyelesaian;
3) Diskriminasi dan marjinalisasi orang asli Papua di Tanah sendiri; dan
4) Kegagalan pembangunan meliputi pendidikan, kesehatan, dan ekonomi rakyat Papua.
Dalam keadaan yang penuh dengan kekerasan dan kebohongan ini, mari, kita berdoa dan bekerja dengan cara-cara yang benar, bermartabat dan terhormat karena waktu TUHAN adalah waktu yang terbaik dan sempurna. Rakyat dan bangsa Papua Barat tidak selamanya gelisah, sedih dan menderita.
Penulis: Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua (PGBWP); dan Anggota Dewan Gereja Papua (WPCC).