Kurikulum Merdeka Mengakomodir Keadilan Gender

Harmoninews.com, Semarang – Bertempat di Auditorium Q kampus 2 UIN Walisongo Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ushuluudin dan Humaniora, UIN Walisongo Semarang bekerja sama dengan Indonesian Council of Youth Development (ICYD) mengadakan seminar Nasional dengan mengusung tema “Relevansi Kurikulum Merdeka dalam Menjawab Tantangan Zaman.”

Hadir dalam acara tersebut Wakil Dekan III bidang Kemahasiswaan, Sukendar. Ketika memberikan sambutan, Sukendar yang merupakan doktor jebolan Australia dengan tegas mengatakan bahwa Kurikulum Merdeka ini mampu menjawab tantangan dan kebutuhan zaman.

“Kurikulum merdeka merupakan kurikulum yang matang karena mencoba berdialog dengan sosiologi dan antropologi masyarakat Indonesia”, Papar Sukendar dihadapan 300 mahasiswa yang hadir di acara tersebut, Senin (19/8/2024).

Setelah dibuka oleh Wadek III, acara dilanjutkan dengan diskusi panel yang menghadirkan pembicara pakar dibidangnya. Di antaranya adalah Budy Sugandi yang merupakan Doktor Pendidikan alumni Southwest University China; Ahmad Munji, penulis lepas dan pemerhati pendidikan yang merupakan doktor alumni Universitas Marmara Turkiye; Usfiatul Marfuaah, aktivis pendidikan dan dosen UIN Walisongo Semarang; dan Tsuaibah yang juga dosen UIN Walisongo Semarang.

Sesi diskusi dimulai dari pembicara Budy Sugandi yang merupakan Ketua Umum ICYD. Dia mengatakan bahwa kurikulum harus disesuaikan dengan kebutuhan. “Kebutuhan zaman saat ini sudah berubah sangat drastis. Sehingga dibutuhkan kurikulum yang mendukung perubahan tersebut. Nah menurut saya, Kurikulum Merdeka ini menjadi solusi dan jawaban dalam dalam menyiapkan generasi masa depan bangsa”. Tandas Gandi yang pernah diamanahkan sebagai Co chair Y20-G20 Indonesia 2022.

 

Ahmad Munji dalam paparannya dia menjelaskan bahwa Kurikulum Merdeka adalah langkah kongkret untuk menjembatani kesenjangan pendidikan di Indonesia. Kesenjangan yang dimaksud adalah kesenjangan pendidikan di kota dan desa, si kaya dan si miskin yang selama ini menjadi problem besar pendidikan Indonesia. “Kurikulum Merdeka telah mengubah persepsi umum bahwa pintar itu adalah ketrampilan dalam bidang Matematik menuju kecerdasan holistik yang meliputi kecerdasan intelektual, sosial dan spiritual. Kurikulum Merdeka ini harus dirawat dan dilanjutkan oleh Menteri Pendidikan selanjutnya”, Jelas Munji.

Berbeda dengan pembicara sebelumnya, Usfiatul yang menjadi pembicara kedua lebih banyak memotret Kurikulum Merdeka dari sisi gender. Dia mengilustrasikan keterpenuhan hak perempuan dalam materinya itu dengan kehadirannya dan pembicara lain yang juga perempuan. Menurutnya ini adalah bukti kongkret bahwa perempuan tidak lagi hanya menjadi objek dalam pendidikan, tetapi juga pelaku. “Kurikulum merdeka telah memenuhi keadilan antar laki-laki dan perempuan. Harapannya tidak hanya meningkatnya jumlah peserta didik perempuan, tetapi juga bagaimana kurikulum ini mampu membekali perempuan mandiri setelah selesai pendidikan.” Papar Usfiatul.

Sementara itu, Tsuaibah menyinggung tentang perubahan kurikulum yang terus terjadi dalam sistem pendidikan di Indonesia. Namun, dia menyadari bahwa perubahan-perubahan tersebut semata-mata dalam rangka menjawab kebutuhan pasar yang terus berubah. “Saya merasakan Kurikulum Merdeka jauh lebih fleksibel dibandingkan dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya. Saya yakin kurikulum ini bisa diaplikasikan di seluruh satuan pendidikan baik dasar hingga perguruan tinggi.”

Kegiatan yang diselenggarakan di Auditorium Q kampus 2 UIN Walisongo Semarang ini dihadiri oleh lebih dari 300 mahasiswa Menurut ketua panitia, Nastain, peserta tersebut tidak hanya dari mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Humaniora, tetapi juga fakultas lain seperti FITK, Dakwah dan Komunikasi dan Fakultas Ilmu Politik dan Sosial.