Keheranan Purbaya Terpecahkan: Mengapa Dolar Menguat dan Rupiah Melemah Meski Investasi Asing Masuk?

Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS terus mengalami tekanan penguatan Dolar, sebuah fenomena yang menimbulkan keheranan, bahkan di kalangan regulator.

Seperti yang diungkapkan dalam video dari kanal Inti Channel, keanehan ini dicatat oleh Purbaya, yang bingung melihat investasi asing mulai masuk (ditandai dengan Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG yang mencapai all-time high), tetapi pada saat yang sama, nilai Dolar justru semakin menguat terhadap Rupiah.

Normalnya, masuknya Dolar dari investasi asing di pasar modal akan meningkatkan suplai Dolar, yang seharusnya menahan atau bahkan menurunkan nilainya.

Analisis dalam video mengurai setidaknya empat alasan utama yang menjelaskan disparitas perilaku Rupiah yang cukup jauh dibandingkan mata uang regional lainnya:

 

1. Dolar dan Emas sebagai Aset Safe Haven Global

Alasan pertama terkait pergeseran minat investor global dan domestik terhadap aset aman (safe haven).

  • Dolar AS sebagai Safe Haven: Dolar AS secara inheren menjadi aset safe haven, terutama bagi negara-negara dengan volatilitas kurs yang tinggi.
  • Emas Mendominasi Pasar: Emas kini diakui sebagai cadangan mata uang kedua (reserve currency number two) setelah Dolar AS, bahkan melampaui Euro, seiring dengan adanya krisis global dan ketidakpastian.

Ketika instrumen investasi domestik seperti Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga (SB) mengalami penurunan yield (hasil/bunga), para investor — mulai dari korporasi, investor individu, hingga bank sentral negara lain—secara naluriah mencari aset yang dapat memberikan return lebih baik dengan keamanan yang sama. Jawaban dari pencarian itu adalah emas.

 

2. Aksi Hedging Akibat Pajak Pembelian Emas Domestik

Salah satu faktor yang secara spesifik menekan Rupiah adalah aksi hedging (lindung nilai) yang didorong oleh kebijakan pajak domestik.

  • Insentif Beli Emas di Luar: Adanya aturan yang mengenakan pajak atas pembelian emas di dalam negeri mendorong korporasi atau investor untuk menukarkan Rupiah mereka ke valuta asing (terutama Dolar AS), kemudian membeli emas di luar negeri.
  • Peningkatan Permintaan Dolar: Tindakan penukaran Rupiah ke Dolar AS secara besar-besaran untuk tujuan ini secara otomatis meningkatkan permintaan Dolar dan menekan kurs Rupiah, sehingga Dolar menguat.

 

3. Masalah Klasik: Ketergantungan Impor Migas dan Kilang yang Mangkrak

Pelemahan Rupiah juga disebabkan oleh masalah struktural klasik yang terus-menerus menggerus devisa: ketergantungan impor minyak dan gas (migas) yang pembayarannya diikat dengan Dolar AS.

  • Neraca Dagang vs. Dolar: Meskipun Indonesia mencatat surplus neraca dagang terhadap Amerika Serikat, tekanan pada Rupiah terus terjadi karena impor migas selalu menguras Dolar.
  • Kritik Terhadap Pertamina: Masalah ini diperparah oleh kegagalan Pertamina dalam meningkatkan kapasitas kilang minyak domestik. Kritikan keras dilontarkan terhadap janji pembangunan tujuh kilang baru yang hingga kini tidak terwujud, padahal memiliki kilang yang memadai adalah kunci untuk meniru strategi negara seperti Singapura yang, meski tidak punya minyak, dapat menjadi eksportir migas.

 

4. Perlunya Kalkulasi Ulang Kebijakan Bunga Deposito Dolar

Kebijakan Bank Indonesia dan pemerintah yang berupaya menarik Dolar dari luar negeri, salah satunya melalui wacana menaikkan bunga deposito Dolar hingga 4%, perlu dikaji ulang.

Jika menyimpan Dolar saja sudah menghasilkan keuntungan 8 hingga 10% terhadap Rupiah dalam setahun karena pelemahan kurs, penambahan bunga deposito Dolar sebesar 4% justru akan membuat Dolar menjadi aset yang sangat atraktif untuk dipegang (hold). Hal ini dapat mendorong lebih banyak pihak untuk memegang aset dalam bentuk Dolar, bukannya Rupiah, yang semakin memperparah pelemahan kurs domestik.

 

Kesimpulan

Fenomena Rupiah yang melemah di tengah derasnya arus investasi asing menunjukkan bahwa masalah kurs Indonesia bersifat kompleks, tidak hanya dipengaruhi oleh kebijakan moneter dan fiskal. Regulator perlu memperluas fokus pada isu-isu riil seperti reformasi sektor migas melalui pembangunan kilang dan kebijakan komoditas emas yang perlu ditata ulang untuk mencegah aksi hedging Rupiah ke luar negeri.

Di sisi lain, penting bagi Indonesia untuk belajar dari negara maju yang terus berlomba mengoleksi emas sebagai aset cadangan untuk melapisi dan melindungi mata uang mereka dari ketidakpastian dan inflasi.

Tuliskan Komentar