LSM PENJARA 1 Desak Penegakan Hukum Serius atas Dugaan Korupsi Rp8,3 Triliun di BUMN PT Pupuk Indonesia

Harmoninews.com (Jakarta) 8 Maret 2025 – Dugaan korupsi besar yang terjadi di PT Pupuk Indonesia (Persero) semakin menyeruak ke publik. Berdasarkan temuan terbaru, negara diduga mengalami kerugian hingga Rp8,3 Triliun, yang sebagian besar berasal dari manipulasi laporan keuangan serta adanya rekening yang tidak dilaporkan dalam neraca perusahaan.

Ketua Umum LSM PENJARA 1, Teuku Z. Arifin, dengan tegas menyatakan bahwa kasus ini adalah bentuk nyata dari kejahatan korporasi yang harus diusut hingga tuntas. “Ini bukan sekadar kesalahan administratif atau kekeliruan akuntansi, tetapi kejahatan keuangan yang berpotensi melanggar Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Jika terbukti ada unsur kesengajaan dalam memanipulasi laporan keuangan, maka pelaku dapat dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengancam hukuman seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan denda hingga Rp1 miliar,” ujar Arifin.

Dugaan Manipulasi Laporan Keuangan
Dalam laporan yang diungkap oleh Direktur Eksekutif ETOS Indonesia Institute, Iskandarsyah, ditemukan adanya rekening yang tidak disajikan dalam laporan keuangan perusahaan senilai hampir Rp8 triliun, yang seharusnya tercatat sebagai aset perusahaan. Selain itu, ada dugaan bahwa laporan keuangan Pupuk Indonesia telah dimanipulasi untuk menutupi transaksi keuangan yang mencurigakan.

Menanggapi hal ini, Sekretaris Perusahaan Pupuk Indonesia, Wijaya Laksana, membantah tudingan tersebut dan menegaskan bahwa laporan keuangan telah diaudit oleh kantor akuntan publik independen serta telah diperiksa oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Namun, pernyataan ini tidak serta-merta membebaskan perusahaan dari investigasi lebih lanjut.

“Kita tidak bisa menerima alasan ‘laporan telah diaudit’ sebagai pembenaran tanpa adanya penyelidikan lebih lanjut. Kasus-kasus seperti ini seringkali melibatkan kerjasama antara pejabat internal dan pihak eksternal untuk menutupi jejak korupsi. Oleh karena itu, harus dilakukan audit forensik yang lebih mendalam,” tegas Arifin.

Sanksi Hukum yang Mengancam Pejabat PT Pupuk Indonesia
LSM PENJARA 1 menyoroti bahwa kasus ini dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara. Jika terbukti adanya niat jahat untuk menggelapkan dana perusahaan yang seharusnya dikelola untuk kepentingan negara, maka selain Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor, pejabat yang terlibat juga bisa dijerat dengan:

Pasal 9 UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN, yang menegaskan bahwa direksi perusahaan milik negara wajib bertindak berdasarkan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Jika terjadi penyimpangan, direksi dapat diberhentikan dan dituntut secara pidana.
Pasal 372 KUHP (Penggelapan) dan Pasal 378 KUHP (Penipuan), dengan ancaman hukuman 4 hingga 6 tahun penjara.
Jika ditemukan adanya kolusi dengan auditor independen atau pejabat OJK/BPK, maka kasus ini bisa diperluas ke Pasal 55 KUHP tentang turut serta dalam tindak pidana, sehingga lebih banyak pihak bisa dituntut secara hukum.
Solusi dan Harapan LSM PENJARA 1
Arifin menegaskan bahwa kasus ini harus menjadi momentum perbaikan tata kelola perusahaan BUMN agar tidak lagi menjadi ladang bancakan korupsi. LSM PENJARA 1 mengusulkan beberapa langkah solutif:

1. Audit Forensik Independen – Kejaksaan Agung harus menggandeng lembaga audit forensik internasional untuk menyelidiki lebih lanjut dugaan korupsi ini.

2.Reformasi Tata Kelola BUMN – Pemerintah harus segera memperketat pengawasan keuangan BUMN, termasuk dengan membentuk tim khusus di bawah KPK untuk mengawasi transaksi keuangan perusahaan pelat merah.

3.Pemiskinan Koruptor – Jika terbukti bersalah, para pelaku harus diberikan hukuman tambahan berupa penyitaan aset dan pemiskinan total, sebagaimana diatur dalam UU Tipikor Pasal 18 ayat (1) huruf b.

4.Partisipasi Masyarakat – LSM PENJARA 1 mendorong masyarakat untuk ikut serta dalam pengawasan dana negara, serta melaporkan indikasi penyimpangan kepada APIP (Aparat Pengawas Intern Pemerintah) atau langsung ke KPK.

“Kami tidak akan berhenti di sini. LSM PENJARA 1 akan terus mengawal kasus ini dan mendesak Kejaksaan Agung untuk mengusut semua pejabat yang terlibat, tanpa pandang bulu. Jangan sampai kejahatan sebesar ini hanya berakhir dengan hukuman ringan atau sekadar pengembalian dana,” pungkas Arifin.

M.NUR

Tuliskan Komentar

Komentar