Harmoninews.com (Jakarta) 01 Oktober 2025 – Ibadah suci yang didambakan puluhan tahun berubah menjadi luka mendalam. Puluhan calon jamaah haji dari berbagai travel terjebak dalam modus penipuan visa Furoda, skema keberangkatan non-kuota yang justru menjadi celah kejahatan para oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Kemenag Kanwil DKI
Kasus ini mengemuka usai laporan berantai disampaikan kepada aparat hukum dan media, menyebutkan keterlibatan tiga nama: Td, dan HM. Keduanya diduga terlibat dalam persekongkolan sistematis dan masif, dengan kerugian korban mencapai milyaran rupiah
Langkah Awal: Janji Palsu Berbungkus Kuota Furoda
Awal kisah bermula ketika Td, pejabat di Kanwil Kemenag Jawa barart , menawarkan kuota haji Furoda kepada pemilik travel berinisial MU. Td kemudian menghubungkan MU dengan PD, perantara yang mengatur proses teknis pembayaran.
PD lalu memperkenalkan HM, seorang ASN Kanwil Kemenag DKI Jakarta yang disebut-sebut sebagai penghubung utama dalam pengurusan visa. HM meminta agar pembayaran dilakukan segera guna “mengamankan slot”.
Dari Bandung ke Jakarta: Ilusi Keberangkatan
Para calon jamaah dikumpulkan di Hotel Lingga Bandung, tempat dilakukannya pembekalan dan pengarahan, selama dua hari (28–29 Mei 2025). Alasan resmi: pembuatan ulang paspor. HM bahkan memimpin sesi manasik dan menjanjikan keberangkatan segera.
Pada 30 Mei, jamaah dialihkan ke Hotel Ibis Styles Jakarta Airport dengan alasan keberangkatan melalui Bandara Soekarno-Hatta. Koper haji dibagikan—dengan logo travel PT Firdaus Wisata Insani ditutup dan diganti emblem “Haji Indonesia 2025″—untuk memperkuat kesan resmi.
Namun di sinilah titik balik dimulai. HM tiba-tiba menyampaikan bahwa keberangkatan ditunda hingga setelah musim haji, tanpa alasan pasti.
Uang Mengalir, Pelaku Menghilang
Dokumen dan bukti transfer menunjukkan bahwa dana Rp1,1 miliar ditransfer oleh PT Akmalusya Fiqoh ke rekening BCA pribadi an Mansyur. Transaksi dilakukan dalam lima tahap atas permintaan HS dan HM, mengatasnamakan proses administrasi keberangkatan jalur Furoda.
Namun pada Minggu pagi, 1 Juni 2025, para jamaah dikejutkan saat mengetahui HM telah check-out diam-diam dari hotel. Mereka mendatangi rumah HM di Jakarta Utara, tetapi hanya bertemu istri dan menantunya.
Tidak ada pertanggungjawaban. Tidak ada kepastian.
Dimensi Hukum: Bukan Sekadar Penipuan
Pakar hukum menyatakan, skema ini memenuhi unsur kejahatan berat karena menyalahgunakan jabatan publik, menipu atas nama ibadah, dan mengalirkan uang ke rekening pribadi.
Berikut regulasi yang dilanggar:
– Pasal 378 KUHP (penipuan): penjara maksimal 4 tahun
– UU No. 13/2008 (ibadah haji): larangan penarikan biaya tanpa dasar
– UU No. 8/2010 (pencucian uang): penjara 20 tahun, denda Rp10 miliar
– UU No. 20/2001 (korupsi): hukuman penjara hingga seumur hidup
– PP No. 94/2021 (ASN): pemberhentian tidak hormat
– Pasal 29 UUD 1945: pelanggaran hak warga negara atas ibadah
Tuntutan: Bongkar Jaringan, Pulihkan Hak Jamaah
Para korban menuntut agar Kementerian Agama, Kepolisian, dan KPK tidak tinggal diam. Mereka meminta pembekuan aset pelaku, pengusutan hingga ke akar, dan pengembalian dana para calon haji.
“Ini bukan penipuan biasa. Ini pengkhianatan terhadap nilai-nilai agama, tanggung jawab negara, dan amanah rakyat. Kami minta keadilan ditegakkan,” tegas salah satu korban.
Refleksi: Ketika Ibadah Dijadikan Komoditas Tipu Daya
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi pengelolaan ibadah haji di Indonesia. Lemahnya pengawasan, celah regulasi visa Furoda, serta keberanian oknum ASN menyalahgunakan jabatan membuktikan bahwa ibadah bisa dipolitisasi dan diperdagangkan.
Negara dituntut hadir. Sebab bila tak ditindak tegas, kepercayaan publik akan hancur—dan yang paling dirugikan adalah rakyat kecil yang sudah menggadaikan harta demi satu kata: berangkat haji.
(Tim)
Komentar