Harmoninews.com, Jakarta – Pusat Pengkajian Agraria dan Sumber Daya Alam (PPASDA) melaksanakan dialog interaktif, dengan tema “Transformasi Kebijakan Pangan Presiden Prabowo: Swasembada sebagai Instrumen Kedaulatan Negara”.
Acara ini diadakan pada Rabu (23/7/2025) yang dihadiri lintas aktivis mahasiswa dan organisasi kepemudaan (OKP) di Jakarta Connection, Kalibata Tengah, Jakarta Selatan.
Dialog interaktif ini menghadirkan Khudori Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) dan Kusharyanto Kepala Keasistenan Pencegahan Maladministrasi Keasistenan Utama III Ombudsman RI. Acara dimoderatori oleh Muhammad Irvan Mahmud Asia Direktur Eksekutif PPASDA.
Khudori dalam paparannya mengatakan jika pertanian Indonesia ingin maju, maka pemerintah harus memiliki sistem pertanian yang jelas dan memihak pada kepentingan petani. Ia menilai, sejak era reformasi, perencanaan ketahanan pangan belum memiliki konsep yang jelas.
“Apalagi jika mengacu pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, seharusnya urusan ketahanan pangan itu tanggung jawab kepala daerah. Namun sayangnya, masih banyak pemimpin kepala daerah, kebijakannya belum menjadikan pertanian sebagai sektor penting dan memihak pada kepentingan petani,” ucapnya.
Ia menilai, program pertanian yang sedang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto, melalui Kementerian Pertanian sudah baik. Karena memihak pada kepentingan petani. Khususnya petani di wilayah pedesaan dalam meningkatkan swasembada pangan terutama beras. Namun Khudori meminta, program yang sedang dicanangkan tersebut, pemerintah harus berani mengeksekusinya dan jangan ragu-ragu.
“Program pertanian yang sedang dicanangkan pemerintah saat ini sangat mirip programnya Presiden Suharto. Dimana pada masa era pemerintahan Orde Baru, pertanian kita sangat jaya karena berhasil dalam program swasembada pangan dan diakui dunia internasional,” terangnya.
Selain itu, Khudori menjelaskan, di era Presiden Joko Widodo, dia sudah berhasil membuat 61 bendungan pertanian diberbagai daerah untuk sistem saluran air bagi petani di sawah. Karena itu, ia menyarankan kepada Presiden Prabowo, agar memperbanyak program cetak sawah.
“Mudah-mudahan saja, target Presiden Prabowo Subianto untuk 1 periode kepemimpinannya sampai tahun 2029 nanti menjadi negara yang berswasembada pangan. Dan negara kita tidak lagi ketergantungan impor beras,” ungkapnya.
Dia mengakui, bahwa untuk menjadikan Indonesia menjadi negara swasembada pangan itu tidak gampang. Jadi, sangat dibutuhkan dukungan dari semua lapisan masyarakat. Untuk sementara ini, ia melihat pemerintah memang serius membuka cetak sawah, proyek irigasi air, brigade pangan diberbagai daerah, dan sebagainya.
“Menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk pendamping petani di pedesaan juga sangat diperlukan sekarang ini. Apalagi Pemerintah menargetkan produksi beras 32 juta ton pada tahun 2025 dengan luas lahan tanam sekitar 17 juta hektar,” terangnya.
Khudori menekankan, tolok ukur keberhasilan pertanian Indonesia itu harus didukung sistem pemerintahan yang memihak pada petani. Baik dari hulu sampai hilir. Seperti penguatan kewenangan Kementerian Pertanian, Badan Pangan Nasional, Bulog, dan pemerintah daerah yang sifatnya saling bersinergi. Serta menjalankan keputusan satu komando dari pemerintah pusat.
“Kalau merujuk Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, maka sudah jelas salah satu cita-cita Indonesia adalah kemandirian pangan. Jadi, negara Indonesia harus melakukan konsolidasi nasional untuk membuat konsep kemandirian swasembada pangan,” tegasnya.
Khudori juga menerangkan, sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Indonesia itu sudah berhasil dalam program kemandirian beras. Hanya, dalam tahun-tahun tertentu saja, Indonesia terpaksa melakukan impor beras.
Khudori berharap Presiden Prabowo Subianto mampu menciptakan program ketersediaan pangan ditengah masyarakat, seperti di era Presiden Suharto.
“Untuk memastikan agar program swasembada pangan bisa terwujudkan, maka kebijakan Presiden Prabowo Subianto dalam pertanian harus memihak pada petani. Mampu mendistribusikan pupuk pertanian secara adil dan menghidupkan program ekonomi kerakyatan dalam bentuk koperasi,” tandasnya.
Sementara itu, Kusharyanto mengatakan bahwa Ombudsman RI sangat mendorong pertanian Indonesia bisa maju dan bisa menciptakan kemandirian pangan. Peran Ombudsman sendiri adalah lembaga yang mengawasi pelayanan publik, termasuk dalam bidang pertanian.
“Kalau pelayanan publik di bidang pertanian banyak menghadapi kendala, tentu sangat mempengaruhi petani dan konsumen, sehingga banyak yang dirugikan. Jadi, disinilah salah satu peran lembaga Ombudsman, berperan mengontrol pelayanan publik secara kritis. Agar anggaran pemerintah bisa optimal dirasakan masyarakat,” jelasnya.
Selain itu, Kusharyanto menjelaskan, dalam pengawasan regulasi pertanian itu tercakup dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Namun, untuk mewujudkan cita-cita tersebut, sangat dibutuhkan pengawasan yang ketat. Supaya, ketahanan pangan di Indonesia tetap stabil.
“Sampai hari ini, lembaga Ombudsman masih melihat, bahwa dalam pelayanan, perlindungan hak petani dan konsumen masih banyak permasalahannya. Termasuk kejahatan tengkulak masih marak terjadi, sehingga membuat banyak petani terlilit hutang dan terjerat rantai kemiskinan,” ungkapnya.
Karena itu, ia menyarankan, Presiden Prabowo Subianto harus bersikap tegas membela kepentingan petani Serta menegakkan marwah Undang-undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Ia menilai, regulasi yang dibuat pemerintah untuk keberpihakan petani sudah bagus.
“Tapi realisasi dan praktik pelayanan publik kepada petani saja yang belum maksimal. Jumlah desa di Indonesia pada 2025 diperkirakan sekitar 75.265 desa, kalau pemerintah benar-benar serius membenahi sistem pertanian dan kesejahteraan petani, saya optimis, Indonesia akan menjadi salah satu negara yang terkuat dalam swasembada pangan,” tandasnya.
Komentar