Memahami Karakter Kepemimpinan Prabowo: Arah & Harapan Papua ke Depan
Oleh : Gembala Dr. A.G. Socratez Yoman
Terpilihnya Prabowo Subianto sebagai presiden dalam Pemilihan Umum 2024 telah membuka lembaran baru bagi sosoknya untuk mempengaruhi arah Papua dalam lima tahun ke depan. Perilaku dan kebijakan Prabowo pantas mendapatkan perhatian karena akan mempengaruhi arah situasi dan harapan perubahan bagi masyarakat atau rakyat asli Papua.
Prabowo Subianto di kenal suka berbicara apa adanya, blak-balakan, kadang bersuara keras dan muncul nada bicara dengan letupan-letupan. Saat tampil bicara di panggung, tak jarang melontarkan balasan kritik dan singgungan kepada ‘lawan politik’ ataupun para kritikus, di bidang politik dan ekonomi, juga soal kepemimpinannya.
Misalnya, sosoknya sering dikaitkan dengan keluarga dan kroni dari mantan presiden Soeharto, yang dikenal otoriter, pelanggar HAM, dan bisnis keluarga cendana selama masa orde baru. Ketiga hal ini merupakan ‘amunisi’ bagi lawan politiknya untuk melemahkan dan menjatuhkannya.
Dalam konteks masalah Papua, Prabowo Subianto – semasa menjadi pimpinan militer, dikenal membawa trauma bagi rakyat Papua ketika operasi militer.
Prabowo Subianto dikenal suka berbicara apa adanya, orang berbudi luhur, berkarakter jujur, dan suka berbicara apa adanya. Ia tentu akan dilawan oleh lawan-lawan politiknya dengan berbagai alasan.
Namanya politik, kepentingan menjadi kompas atau arah perjuangan. Tak jarang, kepentingan menjadi yang utama, bahkan tak peduli menabrak etika dan moral. Segala cara, baik yang wajar dan tidak wajar selalu digunakan untuk menjatuhkan lawan-lawannya agar tujuan dan cita-citanya tercapai.
Dalam setiap Pemilu, rekam jejak selalu diungkap, tak terkecuali saat ia terlibat dalam operasi militer di Papua. Dan rekam jejak itu dimunculkan kembali dalam Pilpres 2024, namun hal itu tidak mempengaruhi secara signfikan kepada rakyat untuk memilihnya.
Saya mengatakan, bahwa para kandidat juga tidak semuanya ‘bersih’ atau ‘kotor’. Sehingga, rekam jejak Prabowo dengan karakter, sikap, perilakunya, telah menegaskan motivasi untuk menjadi Presiden untuk kepentingan bangsa dan negara. Karakter bicara yang apa adanya ini dan motivasinya yang positif itu, telah memberi kesempatan memimpin dan mewujudkan cita-citanya.
Kepada presiden Prabowo Subianto, saya taruh respek untuk memimpin, dan terutama keinginan mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, sejahtera, dan damai. Bagi bangsa Papua, sikap tersebut sangat relevan bagi kami yang terus memperjuangkan hak-hak kami sebagai rakyat Papua, yang masih jauh dari kenyataan situasi yang adil, sejahtera, dan damai.
Pada 2 Agustus 2023, saya menulis perspektif dalam artikel “Prabowo Subianto Pemimpin Berbudi Luhur, Berkarakter Jujur dan Tidak Munafik dalam Menyampaikan Isi Hati dan Pikirannya kepada Publik”. Saya menulis, bahwa saat ini Indonesia membutuhkan pemimpinan seperti B.J. Habibie: cendekiawan, ilmuwan, dan teknokrat yang berwawasan luas, dan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur: pemikir, cendekiawan, tokoh pluralis, dan moderat.
Lalu bagaimana dengan sosok Prabowo Subianto? Menurut saya, Prabowo itu seperti Jenderal Sudirman yang dikenal jujur, berbudi luhur, dan rendah hati bagi bangsa Indonesia. Hal ini yang paling tidak terlihat dari ucapan atau pernyataan di depan publik, saat jelang pemilihan presiden 2024. “Kita harus berani jujur kepada diri kita sendiri. Katakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah. Saya bukan orang yang suka menjilat, saya bukan yang memuji-muji orang tanmpa alasan…”
Mengenai kejujuran dan kesetiaan pada rakyat, ia menyatakan, demikian: “Kita harus beretik jujur! Apa yang dikatakan itu ada di hati kita. Jangan lain di mulut dan lain di hati. Kejujuran dan kesetiaan kepada rakyat itu hal fundamental”.
Lalu, dalam sebuah momen dialog, Prabowo diminta untuk berefleksi, dan ia mengungkapkannya berikut: “Saya pernah hidup di tengah orang Eropa. Saya ingat, saya waktu itu satu-satunya murid yang bukan kulit putih. Tiap hari saya diejek oleh guru saya. Tiap hari dibilang bangsa monyet, ini, itu. Prabowo your people live on trees. Saya sekolah di beberapa negara selalu mereka bilang begitu, rakyatmu tinggal di pohon”. Hal yang diungkapkan dari pengalamannya itu, ia ingin menunjukkan bahwa bangsa Indonesia dihormati martabatnya.
Dari apa yang ditunjukkan oleh Prabowo Subianto, sebagai penulis dan kritikus, saya memahami karakter-karakternya dalam perspektif yang barangkali berbeda dari persepsi umum. Saya ingin mengungkapkan cara pandang berbeda dalam melihat karakter kepemimpinan yang ditunjukkan dari sosok Prabowo Subianto.
Saya sebagai orang Kristen yang beriman dan percaya kepada Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, saya berkewajiban membangun relasi atau solidaritas dan menghormati dengan siapapun tanmpa mengorbankan iman saya. Tuhan Yesus mengajarkan bahwa mengasihi Allahmu dan sesamamu manusia seperti mengasihi dirimu sendiri. “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, dan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Kasihilah sesama manusia seperti dirimu sendiri” (Matius 22:37-39).
Saya tidak bisa mengisolasi atau memenjarakan diri dalam iman, keyakinan ideologi, dan nasionalisme saya dalam dunia realitas yang dalam hitungan detik terus bergerak maju. Dunia sekarang terus berubah, sehingga kita juga harus berubah dengan cara pandang kita dalam melihat dan menilai dinamika realitas saat ini.
Kalau kita berada seperti katak dalam tempurung, kita berada dalam kehilangan harapan hidup dan tanpa masa depan. Kita seperti berada dalam kematian. Kita harus keluar dari tempurung yang mematikan kita.
Kita berhak melihat dan menikmati matahari terbit dan terbenam. Kita berhak melihat terang bulan dan bintang-bintang di malam hari. Kita berhak menikmati udara yang segar dan sehat yang diberikan oleh Tuhan Allah.
Dunia ini bukan milik sekelompok orang. Dunia ini bukan milik Indonesia. Dunia ini bukan milik penguasa. Dunia bukan milik orang kaya. Dunia ini milik kita semua. Kita haru bebas dan merdeka dalam semangat solidaritas.
Kita butuh kawan, teman, sahabat untuk berdiri bersama-sama berjuang untuk keadilan, martabat kemanusiaan, kesamaan derajat, kebebasan, dan menegakan kebenaran.
Kita boleh berbeda iman, ideologi, dan nasionalisme, tapi kita tidak boleh mengorbankan kemanusiaan, kita memelihara dan merawat dalam nilai kemanusiaan untuk menciptakan dunia yang harmoni dan perdamaian permanen untuk kebaikan semua umat manusia.
Saya tidak ada kepentingan dengan Jenderal TNI (Purn.) Prabowo Subianto dan tidak pernah ada komunikasi personal. Saya mengikuti dan mempelajari dari apa yang disampaikannya, Prabowo terlihat jujur dari hatinya dan apa adanya dan tidak dipoles-poles. Tentu, Prabowo Subianto bukan manusia sempurna, ia sebagai manusia mempunyai masa lalu.
Tentu saja, ada yang tidak setuju dengan tulisan saya ini. Mari, kita melihat sesama manusia secara utuh, supaya kita tidak melihat dari sebagian sisi buruk dan itu bisa merusak sebagian kebaikan dan nilai-nilai keluhuran yang ada dalam diri mereka. Sehingga kita bisa menaruh harapan bagi arah dan masa depan Papua yang lebih baik di masa Presiden Prabowo Subianto.
Penulis adalah Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua (PGBWP); Anggota Dewan Gereja Papua (WPCC).
Komentar