Harmoninews.com, Jakarta – Public Private Partnership (PPP) / Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) merupakan salah satu skema pembiayaan infrastruktur alternatif yang sangat potensial untuk menyediakan infrastruktur di Indonesia.
Dalam RPJMN 2020-2024 dibutuhkan Rp 6.445 triliun untuk pembangunan infrastruktur atau rata-rata 6,2 persen dari PDB. Namun demikian, pemerintah memiliki keterbatasan anggaran untuk mendanai semuanya. Hanya Rp 2.385 triliun atau 37 persen dari total kebutuhan RPJMN 2020-2024.
Oleh karena itu, diperlukan inovasi pembiayaan diluar APBN/APBD. Keterlibatan badan usaha untuk membiayai 63 persen dari sisa kebutuhan pembiayaan sanagt dibutuhkan.
Hal ini disampaikan Hardini Puspasari, CEO PT Badan Penyiapan Infrastruktur Indonesia (Inframassive) dalam siaran persnya di Jakarta, Selasa (6/8).
Selama ini proyek-proyek unsolicited belum digarap dengan optimal. Menurut Hardini Puspasari, optimalisasi PPP/KPBU menjadi mendesak untuk mengejar ketertinggalan dan kesejangan infrastruktur di Indonesia. Tahun 2024 ini sebagaimana di rilis oleh Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional terdapat 100 proyek KPBU dengan rincian 44 under preparation, 13 ready to offer, 8 agreement signing, dan 35 construction and operartion.
“100 proyek KPBU sebenarnya sedikit, masih ada ruang yang besar untuk bisa diisi oleh badan usaha baik sebagai investor, lender, atau pemrakarsa-inisiatif untuk proyek unsolicitied. Apalagi dengan potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah dan penduduk terbesar ke 4 di dunia, peluang investasi pembangunan infrastruktur, fasilitas kota dan fasilitas umum sangat potensial,” tegas Hardini Puspasari.
Skema pembiayaan alternatif dan inovatif akan sangat membantu mengatasi keterbatasan anggaran pemerintah. Perlu digarisbawahi bahwa dalam skema KPBU yang diinisiasi oleh swasta, pemerintah tetap terlibat dalam hal ini memberikan jaminan kepastian hukum dan berbagai insentif sehingga badan usaha bisa nyaman dan tepat waktu dalam menyelesaikan proyek.
“Inilah yang menjadi tantangan bagi pemerintah, bagaimana hambatan dan tantangan yang ada pada proyek-proyek unsolicited diselesaikan”, tegas Hardini Puspasari.
Hambatan pada tahap persiapan misalnya, swasta sering mengeluhkan perizinan dan pembebasan lahan yang ruwet dan lama yang kemudian berdampak pada penundaan proyek. Hambatan lainnya adalah kontrak yang mundur dan ketidaksepakatan pembagian risiko antara Pemerintah dan Badan Usaha.
Belum lagi menyangkut kualitas sistem yang belum terintegrasi, transparan, dan akuntabel serta berbelit-belitnya birokrasi menurunkan minat investasi baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
Mengingat proyek-proyek KPBU berskala besar membutuhkan waktu dan biaya besar, maka kesinambungan antar pemerintahan mutlak. Jangan berganti rezim, proyek yang baik dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat menjadi mangkrak hanya karena perbedaan politik. Kepastian politik semacam inilah yang dibutuhkan oleh swasta.
“Kedepan hal-hal semacam ini harus diselesaikan. Tantangannya sekarang pada harmonisasi peraturan dan komitmen semua pihak untuk menjalanakannya,” harap Hardini Puspasari.
Kalau infrastruktur kita baik, pasti akan memberikan multiplier effect pada kehidupan masyarakat karena memperlancar arus barang, mobilitas, dan sebagainya. Dengan demikian, Indonesia Emas 2045 akan kita capai dan semua pihak menikmatinya. (*)