Ahmad Fikri: Ketahanan dan Pertahanan Negara Lewat Eksistensi Aksara Nusantara

Harmoninews.com – Ketahanan dan pertahanan negara bukan hanya dinilai dari besarnya pasukan keamanan serta canggihnya teknologi peperangan. Namun, ketahanan dan pertahanan negara juga didasarkan dari eksistensi aksara yang digunakan oleh sebuah negara.

Hal itu disampaikan oleh Ahmad Fikri AF selaku Pengasuh Pondok Pesantren Bina Aksara dan Inisiator Kampung Aksara Pacibita Yogyakarta.

Menurutnya, saat ini negara harus mengakui eksistensi aksara lokal di nusantara, bahkan kalau perlu diantara 30 aksara lokal disatukan dan dirumuskan ulang untuk menjadi aksara persatuan.

“Semua negara-negara yang tidak punya tradisi menulis latin, hari ini berlomba-lomba untuk dapat pengakuan di jagad digital aksaranya itu sesuatu yang harus eksis di dunia digital. Oleh sebab itu kita harus memulai ke arah digital,” ucap Ahmad Fikri kepada wartawan dalam diskusi publik beberapa waktu lalu.

Lebih lanjut, Ahmad Fikri menjelaskan bahwa pengakuan terhadap aksara lokal nusantara dalam konteks ketahanan pertahanan negara adalah mengantisipasi isu subversi atau isu pemisahan masyarakat, maupun isu mereka yang mau membentuk negara sendiri.

“Nah dengan aksara ini maka ini akan memperteguh negara kesatuan Indonesia,” ujarnya.

Hal ini juga menurut Ahmad Fikri sebagai upaya merumuskan lagi identitas nasional. Masyarakat Indonesia saat ini tidak punya rasa percaya diri ketika berhadapan dengan orang luar negeri, hal ini disebabkan karena kita tidak memiliki aksara, dan yang kita pakai yaitu aksara latin yang merupakan aksaranya orang Eropa.

“Aksara itu kan ekspansif, menguasai peradaban, aksara latin juga menguasai peradaban. Begitu juga dengan bahasa atau aksara Arab yang digunakan oleh umat Islam, makanya bahasa itu ekspansif,” tuturnya.

Oleh karena itu, Ahmad Fikri berharap kepada siapapun yang menjadi pemimpin di negeri ini untuk membuat undang-undang yang sekarang belum ada payung hukumnya terkait dengan pengakuan terhadap seluruh aksara-aksara Nusantara yang wajib diajarkan kepada masyarakat langsung.

“Kan ada 7000 bahasa di Indonesia tapi yang punya aksara sekitar 30an. Mereka yang punya aksara pasti mempunyai peradaban yang lebih tua. Ada aksara Aceh, aksara Batak, Minang, Lampung, aksara Ulu Palembang, aksara Jawa, aksara Dayak, aksara Bali, aksara Makasar dan lainnya,” sambungnya.

Aksara yang dimiliki di setiap daerah harus kembali diajarkan kepada anak didik di sekolah. Sekarang banyak anak-anak di sekolah belajar aksara Jawa, namun mereka kesulitan menghafal aksara Jawa. Ia pun mengaku mempunyai metode supaya mereka cepat menghafal aksara jawa.

“Kita ada bukunya cara cepat belajar aksara Jawa, satu haru sudah bisa menulis aksara Jawa,” terangnya.

Lebih jauh, Ahmad Fikri menjelaskan bahwa aksara membentuk nalar dan dari nalar itulah melahirkan budaya.

“Cara orang berbicara bisa berbeda hanya gara-gara pengaruh aksaranya, misal di Latin ada koma dan titik, sedangkan di Jawa tidak ada. Yang diolah adalah rasa. kita memahami satu paragraf kalau kita membaca huruf latin tidak penting paham pokok kalimat satu paragraf, membaca dulu baru paham. Tapi aksara nusantara tidak seperti itu, harus paham dulu konteknya, baru bisa membacanya. Itu aja proses nalarnya berbeda,” jelasnya.

Saking pentingnya hal ini, sejak tahun 2015 bersama temen-teman di Jogjakarta, Ia pun intens mengkampanyekan aksara nusantara.

Tuliskan Komentar