Direktur Pusat Kajian Demokrasi dan Konstitusi: Independensi Hakim diduga Hilang dihadapan Kekuasaan 

Harmoninews.com – Dosen Fakultas Hukum Unas, Dr. Hamrin, SH., MH., M.Si (Han) turut menanggapi atas Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90 /PUU-XXI/2023, Senin, 16 Oktober 2023.

Menurut Pakar Hukum Tata Negara, Menegaskan bahwa Pasal 24C ayat (1)) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Mahkamah Konstitusi (MK) berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar.

“Jelas bahwa Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk melakukan pengujian undang-undang dibawah UUD NRI 1945 bukan membuat UU.”

Lebih Lanjut, Putusan MK Nomor 90 /PUU-XXI/2023 telah melampuai kewenangan yang diberikan oleh UUD NRI 1945, MK bukan lembaga negara yang memiliki kewenangan untuk membuat norma baru (positive legislator) tetapi MK adalah lembaga negara yang berwenang membatalkan norma yang ada dalam suatu undang-undang bila bertentangan dengan UUD NRI 1945.

Menurut Dr. Hamrin, SH., MH., M.Si (Han), Sangat menyangkan putusan yang ada, Ini merupakan persoalan ketatanegaraan Bangsa Indonesia dimana MK diduga tunduk kepada kekuasaan, seharusnya Hukum yang mestinya dijadikan panglima untuk melindungi masyarakat dari ketidak adilan para penguasa malah menjadi sebaliknya hukum dijadikan alat untuk kepentingan kekuasaan.

Akademisi tersebut, menandaskan bahwa MK melakukan pengujian UU terhadap dua persoalan baik secara formil maupun materiil. dalam arti materiil ialah pengujian atas materi muatan undang-undang, apakah suatu peraturan perundang-undangan isinya telah sesuai atau bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dalam hirarki peraturan perundang-undangan sedangkan Dalam konteks pengujian formil, menitik beratkan wewenang untuk menilai, apakah suatu produk legislatif telah sesuai dengan naskah akademik yang berlandaskan faktor filosofis, yuridis dan sosiologis.

“Turut prihatin atas putusan yang ada. Ini merupakan preseden buruk dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, dan menjadi contoh ancaman yang berdimensi legislasi hukum tidak boleh dijadikan alat untuk kepentingan kekuasaan. Hakim harus tetap independen dan berdiri tegak demi menjaga konstitusi bukan sebagai alat untuk memuluskan syahwat kekuasaan demi kepentingan kelompok dan golongan tertentu,” Imbuh Hamrin.

 

“Sebagai penutup, saya ingin menyampaikan pendapat filsuf sebaik apapun peraturan perundang-undangan yang ada jika dijalankan oleh orang-orang tidak bermoral maka hukum itu menjadi tidak baik sebaliknya seburuk apapun peraturan perundang-undangan jika dijalankan oleh orang-orang bermoral maka hukum itu akan diarahkan menjadi baik,” tutur Hamrin.